
"Posisi Strategis Mangrove dalam RTRW Berau"
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Berau tahun 2014 sampai 2034 menempatkan mangrove sebagai ekosistem strategis di kawasan pesisir.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Berau yang termaktub dalam RTRW, strategi diarahkan melalui keterpaduan ekosistem dan sumberdaya secara berkelanjutan yang meliputi: menetapkan batas kawasan konservasi laut kabupaten; melindungi pelestarian ekologi pesisir dan pulau kecil serta kawasan perlindungan bencana pesisir; mengembangkan budidaya perikanan; mengoptimalkan fungsi hutan mangrove; mengembangkan perikanan tangkap; dan mengendalikan pencemaran di kawasan pesisir dan laut.
Selain itu, ekosistem mangrove dalam RTRW juga masuk dalam rencana pengembangan kawasan lindung seluas kurang lebih 415.291 (empat ratus lima belas ribu dua ratus sembilan puluh satu) hektar atau sekitar 18 % (delapan belas persen) dari Kabupaten Berau. Arahan tata ruang dan wilayah untuk mangrove dalam konteks pengembangan kawasan lindung adalah merehabilitasi kawasan lindung berupa penanaman mangrove di kawasan pesisir; dan mengembangkan ekowisata.
Di pasal berikutnya, kawasan ekosistem mangrove Berau juga masuk dalam kategori pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya. Kawasan ekosistem mangrove yang dimaksud tersebar di enam Kecamatan, antara lain: Pulau Derawan, Maratua, Batu Putih, Biduk-biduk, Tabalar, dan Talisayan.
Mangrove juga termasuk kategori kawasan perlindungan setempat dalam RTRW. Wujud kegiatan dalam kawasan perlindungan setempat yang dimaksud, diantaranya; penetapan batas kawasan, penyusunan, sosialisasi dan penegakkan perda tentang sempadan, pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, pemantauan dan pengendalian kegiatan di kawasan, pembangunan prasarana pengaman pantai, rehabilitasi bangunan penahan gelombang pasang atau abrasi, kegiatan konservasi kawasan, dan peningkatan kegiatan penanaman mangrove.
Selanjutnya, terkait dalam arahan pengaturan zonasi pada kawasan lindung, ekosistem mangrove masuk dalam kategori kawasan sempadan pantai dan pantai berhutan bakau,
Disamping itu, secara umum, ekosistem mangrove juga termasuk dalam arahan pengaturan zonasi pada kawasan pesisir yang meliputi; pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana, penetapan zona preservasi, konservasi, penyangga dan zona pemanfaatan; dan, tinjauan terhadap daya dukung lingkungan mengingat rentannya kawasan ini terhadap kemungkinan perusakan lingkungan akibat kegiatan yang berlangsung diatasnya.
Ekosistem mangrove Berau dalam RTRW juga termasuk dalam kawasan rawan gelombang pasang atau abrasi pantai, dengan arahan peraturan zonasi meliputi; pendekatan rekayasa struktur dengan cara sistem polder, bangunan pemecah gelombang, penurapan; dan pendekatan rekayasa non struktur dengan cara merehabilitasi hutan mangrove di daerah pesisir.
Sementara, untuk peruntukan kawasan yang beririsan dengan kawasan ekosistem mangrove dalam RTRW secara spesisik diantaranya Perikanan dan Pariwisata.
Untuk kawasan dengan peruntukan Perikanan, arahan zonasi juga tidak mengganggu kelestarian kawasan mangrove, diantaranya pengadaan dan pengembangan koperasi nelayan; pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pengembangan dan pengelolaan perikanan; pemanfaatan teknologi informasi untuk perikanan; pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan atau nelayan dengan kepadatan rendah; pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan atau kawasan sabuk hijau; dan pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari.
Hal senada juga terjadi di kawasan dengan peruntukan pariwisata yang beririsan dengan kawasan mangrove, arahan peraturan zonasi dalam RTRW Kabupaten Berau 2014 sampai 2034 diantaranya;
- pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan;
- perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
- pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata;
- Penetapan tema untuk masing-masing zonasi;
- Pengembangan obyek wisata secara berkelanjutan dengan prioritas kepada obyek wisata yang masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional(KSPN), Destinasi Pariwisata Nasional (DPN), dan yang memiliki potensi untuk dikembangkan; dan
- Pengembangan obyek wisata harus berbasiskan masyarakat,lingkungan hidup, dan kearifan lokal.
Dengan RTRW yang cukup jelas mengatur pengelolaan ekosistem mangrove, Kabupaten Berau menjadi salah satu Kabupaten yang memiliki komitmen untuk menjaga dan mengelola ekosistem mangrove secara Lestari untuk sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat Berau.
Penulis : Basir (Kordinator Program Kelautan YKAN Kalimantan Timur)