Fokuskaltim.com, SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim Baharuddin Demmu meminta kepada Pemprov Kaltim untuk dapat mengkaji ulang pemberian izin pabrik semen di kawasan Karst Sakulirang dan Mangkalihat di Kutai Timur.
Penegasan tersebut disampaikan Bahar saat menjadi keynote speaker di Seminar Kesejarahan: peran daerah dalam pelestarian Karst Sangkulirang Mangkalihat sebagai Situs Warisan Dunia yang diselenggarakan oleh HMPS PSP-Sejarah FKIP Unmul dan SMK Medika Samarinda di Samarinda Sequare, Senin (22/10/2019).
Dalam diskusi tersebut terungkap jika Pemprov Kaltim berencana mengajukan Karst di Kutai Timur sebagai situs warisan dunia.
Menurut Politikus PAN ini, bahwa upaya pemerintah menjadikan Karst di Kutai Timur dan Berau sebagai Situs Warisan Dunia mustahil terwujud, jika pemerintah juga mengizinkan beroperasinya pabrik semen di kawasan tersebut.
“Di kawasan karst itu, sebenarnya tidak boleh ada izin. Perkebunan dan yang lainnya. Tapi sayangnya, di izin-izin itu, pemerintah mengingkari omongannya,” tegas Ketua Fraksi PAN DPRD Kaltim ini.
Bahar menyebut, pemerintah pernah berjanji akan mencabut puluhan izin usaha di kawasan tersebut. Namun hingga kini, izin-izin perusahaan kawasan karst itu tidak dicabut. “Kalau tidak dicabut, ada peluang untuk mengeruk. Ada peluang untuk bangun pabrik semen. Atau perkebunan. Kalau itu terjadi, pasti akan terjadi kerusakan,” ujarnya.
Ia menduga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim berusaha membuka celah untuk mengeruk bentang karst Sangkulirang-Mangkalihat. Celahnya lewat revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga disinyalir sejalan dengan Pemprov Kaltim. Ingin membuka kran pembangunan pabrik semen.
Bupati menggugat Pergub Nomor 67 Tahun 2012 tentang Bentang Karst. Revisi pergub ini dinilai sebagai celah pemberian izin pabrik semen di karst. “Saya minta ini ditolak bersama-sama. Kalau sikap saya sampai hari ini bisa dilihat di media sosial, baik di facebook maupun fanspage saya atau di media massa. Saya menolak tambang di kawasan karst,” tegasnya.
Penolakan itu beralasan. Bahar menilai pabrik semen tidak akan mungkin berdampingan dengan permukiman warga, perkebunan, dan pertanian.
“Kita hanya mendengar manis-manisnya saja itu dari pemerintah. Sampai hari ini pemerintah tidak pernah menjelaskan kepada kita secara utuh. Kalau ini ditambang, apa yang dirusak. Itu tidak dijelaskan,” jelasnya.
“Mahasiswa dan adik-adik sekalian harus mengawasi ini. Batu bara sudah meninggalkan lubang. Kan dulu janjinya juga surga,” tandasnya. (adv-tm)
Editor: Syarifuddin